Memanasnya kembali hubungan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok pada tahun 2018 lalu menjadi awal terbentuknya konflik ekonomi antara Amerika Serikat versus Tiongkok yang dikenal dengan Perang Dagang (Trade War). Perang Dagang yang kembali terjadi antara Amerika dengan Tiongkok diawali oleh terjadinya defisit kenaikan maupun penurunan atas Amerika Serikat yang dimana dalam hal ini membuat Amerika Serikat melakukan penetapan terhadap bea masuk impor bagi semua negara khususnya dari Tiongkok.
Selain dari itu, terjadinya konflik ini juga disebabkan oleh perilaku Amerika Serikat yang melakukan boikot terhadap produk-produk Tiongkok sehingga pada akhirnya kedua Negara tersebut terlibat aksi saling tolak atas produk impor baik itu dari Tiongkok maupun Amerika Serikat.
Dengan adanya Perang Dagang saat ini, banyak peluang yang terbuka lebar untuk lini bisnis dari berbagai industri, tidak terkecuali untuk industri mainan (toys). Industri mainan di Indonesia sudah menunjukkan nilainya di dunia persaingan pasar. Saat ini, Indonesia adalah salah satu pemain utama di industri mainan global.
Bisnis mainan dalam negeri cukup prospektif, karena Indonesia memiliki populasi terbesar di kawasan ASEAN dengan rata-rata
tingkat kelahiran 4,5 juta orang per-tahun dan telah menjadi pasar di Asia Tenggara seperti diutarakan Iwan Tirtha Direktur Utama PT Sunindo Adipersada Tbk.
Menurut Iwan, Sunindo yang bergerak di industri mainan anak-anak tidak merasa khawatir dengan perang dagang antara AS dengan Tiongkok tersebut.
“Menurut saya, Indonesia sendiri sebetulnya merupakan negara dengan basis mainan yang kuat. Sebelum Tiongkok menguasai pasar, Indonesia sudah terlebih dahulu mengembangkan basis produksinya, sehingga dengan kesiapan infrastruktur, skill-labour,Indonesia lebih unggul dibandingkan dengan negara-negara penghasil mainan anak-anak lainnya, sehingga kami tidak merasa khawatir akan bersaing dengan produk-produk dari negara-negara lain,” ujar Iwan melalui keterangan, Kamis (30/12/2021).
Situasi perang dagang sebenarnya bisa dimanfaatkan Indonesia. Sektor industri yang dinilai terdampak adanya perang dagang ternyata jika dilihat di setiap segmennya justru ada yang mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal itu justru terjadi pada segmen-segmen yang bisa dimiliki oleh UMKM. Namun sayangnya, kondisi perang dagang yang memiliki peluang besar bagi pertumbuhan perekonomian di Indonesia ini, masih terhalang dengan regulasi yang menyulitkan para pelaku usaha.
Seperti masalah yang terkait dengan modal usaha, sebagaimana dikutip dari survei yang dilakukan oleh Pricewaterhouse Cooper yang menjelaskan bahwa sebesar 74% UMKM di Indonesia belum mendapatkan akses pembiayaan. Selain itu juga terkait dengan masalah perizinan, dimana terdapat banyak UMKM di Indonesia yang belum memiliki badan hukum
yang jelas dikarenakan tidak adanya perizinan secara resmi.
Izin tersebut akan menghambat laju usaha mereka, salah satunya adalah saat ingin mengajukan modal. Sehingga sulit bagi
pelaku UMKM untuk mengembangkan usaha mereka menjadi lebih besar lagi.
Hal tersebut sangat penting diperhatikan Pemerintah, terkait regulasi yang menyulitkan bagi para pelaku usaha tersebut, karena mengingat besarnya peluang untuk Indonesia dalam meningkatkan UMKM akibat dampak terjadinya perang dagang dan juga besarnya potensi untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia.
Sumber:
https://www.beritasatu.com/ekonomi/873377/perang-dagang-sunindo-peluang-industri-mainan-indonesia